Mungkin sudah
banyak orang yang yang pernah mendengar ungkapan seperti judul tulisan diatas,
atau kitapun juga sudah sering mendengarnya. Tetapi apakah diantara kita ada yang pernah memaknai ungkapan tersebut? Penulis mencoba memaknai
sesuai perasaan dan pengalaman hidup sendiri maupun pengalaman hidup orang
lain.
Seorang ibu lebih mengasihi anak-anaknya daripada dirinya sendiri.
Betapa tidak! Dia, Ibumu, mengandung kamu paling sedikit lamanya sembilan bulan
sepuluh hari lamanya. Pada waktu itu, dikala dia tidur kamu mengganggunya,
dikala duduk dia sering gelisah, saat
berjalan dia bisa terseok-seok karena kamu semakin membesar dalam perutnya.
Tanpa diduga kamu menerjang dalam perutnya, bentuk tubuhnya yang tadinya
mempesona tanpa kompromi kamu jadikan menjadi bentuk yang tidak mempesona.
Pakaian kesayangannya yang indah buatan perancang mode terkenal tidak dapat
lagi dipakai dan harus diganti dengan baju hamil yang bentuk dan ukurannya
tidak karuan.
Dikala melahirkanmu, deritanya begitu ngeri, sakit
yang sangat memilukan hati, sepertinya maut akan segera merenggut jiwanya.
Setelah kamu menjadi bayi atau orok, dia kamu paksa menyusuimu dihadapan
orang-orang tanpa merasa malu
mempertontonkan sesuatu yang sepanjang masa kehidupannya selalu dilindungi dan disembunyikannya,
akan tetapi karena desakanmu dan demi kamu terpaksa dikeluarkannya menyusuimu.
Dia, Ibumu dengan segala keberadaannya, membesarkan, memelihara dan mendidik
kamu. Beban yang ditanggungnya sejak mengandung, melahirkan dan membesarkan
sampai kamu menikah sungguh tidak dapat dinilai atau diukur besarnya, kecuali
dengan sebuah ungkapan kalimat “dia,
ibumu mengasihi kamu melebihi dirinya sendiri”.
Apakah
yang diharapkan seorang ibu dari anak-anak yang dilahirkannya? Harapannya, tak
lain hanyalah kebahagiaan anak-anaknya dan bukan untuk dirinya sendiri. Namun
apa yang menjadi harapan seorang ibu itu, dizaman sekarang ini, seringkali
berubah, berbalik menjadi wujud derita sengsara yang tidak ada taranya bagi
seorang ibu yang mengharapkan kebahagiaan anak-anaknya, justru datangnya dari
perilaku anak kandungnya sendiri. Bukankah begitu banyak berita yang kita
dengar dan kita baca tentang perlakuan yang tak senonoh oleh seorang anak
terhadap ibu kandungnya?
- Seorang anak bersama isterinya mengusir ibu kandung dari
rumah miliknya sendiri hanya karena keinginan untuk menguasai rumah dan harta
milik ibunya itu.
- Seorang anak menimpuk ibu kandungnya dengan batu
bata sampai mati hanya karena uang dan makanan.
- Seorang anak setelah menguasai
seluruh harta kekayaan ibu kandungnya, menyengsarakan ibunya itu dengan
mengirim ke pati jompo.
Seorang ibu rela mempertaruhkan nyawanya demi
kebahagiaan anak-anaknya. Surga kita maknai sebagai sumber dari segala
kenikmatan dan kebahagiaan. Maka tidaklah berlebihan kalau dikatakan “Surga
Berada Dibawah Telapak Kaki Ibu”, karena dalam perjalanan hidupnya penuh
perjuangan dan penderitaan demi kebahagiaan anak-anaknya.
Janganlah
sekali-kali menempatkan ibumu dalam penilaian berdasarkan unsur jeleknya, cerewetnya,
keberingasannya, hartanya atau buruk rupa dan perilakunya. Siapapun dia, ibumu
itu adalah yang melahirkanmu, yang wajib dikasihi.
Menyimpang dari keharusan mengasihi ibu,
durhaka akibatnya. Anda ingin hidup
bahagia dan penuh kasih sayang? “Kasihilah
Ibumu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar