Senin, 10 November 2014

3 HAL YANG PERLU DIJAGA




          Hampir dapat dipastikan bahwa semua manusia di muka bumi ini apapun sukunya, latarbelakang kehidupan, agama dan keyakinannya pada dasarnya ingin kehidupannya yang aman, baik dan tenteram serta terhindar dari kecelakaan. Namun banyak manusia tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dijaga atau dikendalikan dalam kehidupannya untuk mencapai kehidupan seperti tersebut diatas, atau mengetahuinya tapi tidak mau melakukannya dalam kehidupannya.  Untuk memperoleh kehidupan dimaksud ada 3 hal yang perlu dijaga atau dikendalikan dalam kehidupannya masing-masing.

Pertama dan terutama : Jagalah hatimu. Karena dari hatilah berasal segalanya. Hati mengarahkan sikap tubuh kita. Hati yang baik mendorong kita memandang, mendengar, berkata dan berbuat yang baik juga. Sebaliknya hati yang jahat mendorong indera dan tubuh kita juga melakukan yang jahat pula. Oleh karena itu jagalah hatimu supaya selalu bersih, ikhlas dan damai.

Kedua : Jagalah mulut dan bibirmu. Semua perkataan keluar dari mulut dan bibir. Jangan biasakan berkata bohong sebaliknya biasakanlah berkata jujur. Pilihlah kata-kata yang baik, santun dan hormat juga dalam saat marah, lapar dan dahaga atau sakit. Kendalikan bibirmu jangan terlalu banyak bicara dan mengumbar kata-kata. Tuhan memberi kita kemampuan mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita secara benar dan baik. Gunakanlah itu secara baik dan benar.

Ketiga : Kendalikanlah matamu. Kita tidak harus memakai kacamata kuda. Namun kita, kalau mau, dapat memilih apa yang hendak kita pandang dan tatap lama-lama. Sebab itu pandanglah yang baik-baik. Lihatlah lurus kedepan kepada tujuan. Jangan terlalu banyak menoleh kesamping atau kebelakang. Terlalu sering melihat hal yang buruk dan yang tidak perlu membuat kita bisa tergoda. Mata kita, atau yang sering kita lihat itulah biasanya yang akan menggoda kita.
Tidak banyak yang dituntut  yang harus kita jaga dan kendalikan dalam kehidupan kita, cukup tiga hal. Dengan menjaga dan mengendalikan ketigal hal tersebut diatas, percayalah  hidup kita akan lebih aman, baik dan tenteram serta tehindar dari kecelakaan.
COBALAH LAKUKAN

Minggu, 09 November 2014

KERUKUNAN SEJATI




1. Hampir semua orang merindukan suasana rukun dan damai dalam kehidupan. Pertengkaran, konflik apalagi perang membuat hati kita semua orang gundah dan susah. Hanya segelintir orang sajalah yang bergembira dan menarik keuntungan dan karena itu menghendaki pertengkaran, konflik atau peperangan. Umumnya manusia atau orang kebanyakan berusaha menghindari atau kalau sudah sempat terjadi segera menyudahinya. Dalam rumah tangga atau persekutuan pertengkaran dan konflik bisa terasa sangat melelahkan raga dan jiwa, melenyapkan semangat dan sukacita, dan bahkan merusak rumah tangga atau persekutuan itu.
Namun dalam prakteknya suasana rukun dan damai atau harmoni tidak selalu terjadi di tengah-tengah kehidupan nyata. Ada saja dan banyak masalah yang membuat seorang tidak bisa rukun dengan saudara atau tetangganya atau bahkan dengan pasangan hidupnya sendiri, atau orangtua/anak kandungnya sendiri. Kadang pertengkaran atau konflik itu bisa berlangsung sangat sengit, memakan waktu lama (tidak berakhir sampai mati), melibatkan banyak orang atau bahkan pihak luar, atau bercampur-aduk dengan masalah-masalah lain. Konflik bisa bersifat terbuka atau terang-terangan namun bisa juga tersembunyi bagaikan api dalam sekam.
Konflik bisa merenggut korban perasaan, tenaga, waktu, harta benda atau bahkan nyawa. Pepatah kuna mengatakan: memulai konflik seperti membuka tali air. Artinya bisa tidak terkendali sebab itu berhati-hatilah. Sebaliknya ada pula yang mengatakan berhubung konflik adalah keniscayaan atau tak terhindarkan maka sebaiknya dikelola atau dikendalikan saja. Namun baiklah diingat dalam konflik keluarga apalagi perang saudara biasanya tidak pernah ada yang menang alias semua kalah. Apalagi jika pihak-pihak yang berkonflik putus asa dan lantas menerapkan politik bumi hangus. Pameo bataknya: ndang di au ndang di ho tagonan disintak begu.

2. Konflik dianggap buruk oleh banyak orang sebab itu dihindarkan. Sebaliknya kerukunan dipandang baik sebab itu dicari dan diusahakan. (Walaupun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa konflik apalagi perang mendorong kemajuan. Buktinya sebagian besar teknologi moderen sekarang pada awalnya justru untuk kepentingan perang!). Sebagian orang sangat suka atau mudah berkonflik (ada yang mengatakan bahwa masyarakat Batak termasuk di dalamnya) namun sebagian lagi justru sangat takut berkonflik dan karena itu mendewakan harmoni atau kerukunan. (Pada jaman Orde Baru diberi nama: stabilitas, keselarasan atau keamanan). Maka segala cara diupayakan agar konflik tidak terjadi minimal tidak muncul di permukaan. Antara lain: dengan menggunakan tangan besi atau ancaman kekerasan. Pihak-pihak yang bertikai mungkin saja hatinya belum sungguh-sungguh ingin berdamai namun mereka takut kepada ancaman. Cara lain mencipta kerukunan: dengan melakukan “perpisahan baik-baik” atau saling menjauhkan diri atau berdiam diri. Atau dengan menekankan perasaan malu. Semua konflik dianggap memalukan sebab itu harus dihindarkan (kalau perlu dengan mengorbankan hak dan kebenaran). Lantas bagaimanakah kerukunan yang dimaksudkan Alkitab?

3. Pertama: Kerukunan dengan saudara adalah dampak kerukunan dengan Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa pendamaian kita dengan Allah-lah yang memberi kita kesempatan berdamai dengan sesama. Rasul Paulus mengatakan kepada jemaat di Efesus: Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh”, sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus. Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan. (Efesus 2:13-14). Yesus mengatakan dengan nada sebaliknya: Allah menjadikan perdamaian dengan sesama sebagai syarat untuk mendekati Dia. (Matius 5:24). Intinya adalah: kerukunan dengan saudara tidak bisa dipisahkan dari kerukunan dengan Allah. Sebaliknya Yesus juga mengatakan: berbahagialah orang yang membawa damai karena mereka akan disebut anak-anak Allah (Matius 5:9). Dan Rasul Paulus mengatakan: Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! (Roma 12:8). Artinya: dalam memperjuangkan segala yang baik dan benar sekali pun kita tetap harus dalam kerangka perdamaian. Bahasa sederhana: kebenaran tidak bisa diwujudkan dengan kebencian dan dendam!

4. Kedua: Kerukunan adalah dampak hukum yang berkeadilan. Pameo terkenal mengatakan: no justice no peace. Tak ada keadilan maka tak ada juga damai. Hal itu dengan mudah kita saksikan dalam kehidupan keluarga. Jika orangtua bersikap tidak adil maka anak-anak akan bertengkar sesamanya. Jika pemerintah bersikap tidak adil maka kelompok-kelompok dalam masyarakat akan saling membenci satu sama lain. Sebab itu untuk mewujudkan kerukunan atau harmoni sejati dalam masyarakat kita maka kita harus sungguh-sungguh menegakkan hukum dan keadilan. Tak ada satu orang pun termasuk pemimpin yang boleh bertindak sekehendak hatinya dan menempatkan dirinya lebih tinggi kedudukannya daripada hukum. Sumber-sumber kehidupan harus didistribusikan secara merata. Setiap orang harus dijamin mendapatkan apa yang menjadi haknya dan kebutuhannya serta imbalan atas kerja keras serta prestasinya.

5. Ketiga: kerukunan adalah buah saling penerimaan. Pada akhirnya kita diingatkan bahwa kerukunan atau harmoni dalam kehidupan tidak pernah terjadi dengan sendirinya atau otomatis melainkan harus diusahakan secara sengaja dan serius. Yaitu dengan sikap saling menerima dan saling menghormati dalam keunikan dan kepribadian masing-masing. Tuhan tidak menghendaki kita serupa, sama dan seragam dalam segala hal. Tuhan juga tidak menyuruh saling melebur dan saling meniadakan keunikan dan kepribadian masing-masing. Tak ada dua orang yang persis sama diciptakan Tuhan termasuk anak-anak yang dilahirkan kembar sekalipun. Inilah tantangan bagi kita membangun kerukunan atau persaudaraan sejati. Bagaimana kita bisa tetap bersatu dalam kepelbagaian yang ada? Bagaimana kita bisa saling menerima walaupun berbeda-beda? Jawabnya: memiliki visi dan tujuan yang sama yaitu kemuliaan Allah, dan pengalaman bersama dengan Allah. Dan memiliki musuh bersama: dosa, kehancuran dan kematian.

Sabtu, 08 November 2014

MEMBANGUN WAKTU YANG BERKUALITAS




          Menurut berbagai literatur dan survei yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang menangani masalah pernikahan, dari beberapa kesimpulan yang dianggap berpotensi untuk menimbulkan konflik bahkan sampai terjadinya perceraian, salah satu faktor yang dominan adalah tidak mampunya meciptakan waktu yang berkualitas. Beberapa masalah yang sering timbul antara lain karena : 

1. Komunikasi yang kurang baik
Cara berpikir pria dan wanita seringkali mempunyai perbedaan yang besar, dimana wanita sering lebih menonjolkan perasaannya sedangkan pria lebih menonjolkan logikanya. Hal tersebut bisa menimbulkan komunikasi yang kurang baik yang pada akhirnya menimbulkan alur pembicaraan yang menimpang dan  kurang baik. Akibatnya komunikasi bisa tersumbat dan tidak berjalan dengan baik.  

2. Sifat Egois.
Satu hal yang sering membuat pasangan suami isteri bertengkar adalah sifat egois. Setiap orang memang pasti punya sifat egois dalam dirinya. Ketika sifat egois itu muncul, pasangannya bisa jadi terabaikan dan tidak mendapat perhatian atau layanan selayaknya. Ketika si suami pulang kerja dalam kondisi lelah, mungkin dia langsung tidur pada hal isterinya sudah lama menunggu dan mengharapkan ada waktu untuk bercengkerama dengan suaminya. 

3. Sikap tidak saling mempercayai.
Sikap tidak saling mempercayai merupakan salah salah satu sifat atau sikap yang seringkali menimbulkan pertengkaran dalam hubungan suami isteri. Walaupun hubungan suami isteri sudah berlangsung puluhan tahun tidak menjamin pasangan itu sudah saling mempercayai. Menciptakan kehidupan yang saling percaya itu memang kadang-kadang dibutuhkan waktu yang cukup panjang. 

4. Rasa intim yang kurang terpelihara
Banyak orang mengatakan masa berpacaran adalah masa paling indah dalam kehidupan. Akan tetapi jarang sekali pasangan suami isteri yang sudah punya anak mau menciptakan suasana kehidupannya seperti masa-masa berpacaran. Seringkali kehadiran anak ditengah rumah tangga dianggap faktor yang  bisa mengurangi keintiman suami isteri. Mungkin ada baiknya sekali-sekali suami isteri pergi berduaan ketempat rekreasi bahkan mungkin untuk menginap di hotel dengan menitipkan anaknya kepada orang tua atau keluarga yang bisa dititipkan anaknya.  Dengan demikian ada waktu yang bisa dimanfaatkan yang bisa menciptakan suasana indah sewaktu masa berpacaran.

5. Masalah Ekonomi dan keuangan. 
Seringkali pasangan suami istri  memiliki cara yang berbeda dan bertolak belakang dalam mengatur atau mengelola  keuangan keluarga, dan perbedaan ini bisa  berpotensi menjadi sumber perselisihan.Untuk mencegah timbulnya permasalahan dalam keluarga khususnya mengenai pengelolaan keuangan, perlu dilakukan kesepakatan tentang manajemen pengelolaan keuangan keluarga..
Untuk kehidupan keluarga yang lebih bahagia perlu membuat kesepakatan untuk membangun atau menciptakan waktu yang berkualitas dengan pasangan Anda. Banyak konsultan atau penasehat perkawinan yang menyarankan sekali-sekali suami isteri perlu pergi berduaan tanpa menyertakan anak-anak. Pasangan suami istri juga sering disarankan untuk bisa melakukan honeymoon kedua, ketiga dan seterusnya. Pergi berdua saja, apakah itu sekadar jajan atau makan malam, lebih baik lagi kalau bisa menginap di hotel atau ke luar kota. . Tentu saja hal ini akan menguatkan dan menghangatkan cinta antara suami isteri.  Kesempatan itu bisa digunakan untuk  membicarakan banyak hal, terutama mengenai diri kita masing-masing. Hal itu juga bisa dilakukan untuk introspeksi, evaluasi atau apa saja dengan jujur, terbuka hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga yang bahagia.
Coba kita bayangkan, pada suatu senja menjelang matahari terbenam kita berdua duduk  dipinggir Danau Toba menikmati beningnya air danau, diiringi deburan ombak sambil menunggu  matahari terbenam, romantis sekali bukan? Dalam situasi seperti itu, pasti kita terhindar dari perselisihan atau pertengkaran. Kondisi seperti itu bisa mendorong kita untuk membangun komitmen dan tekad  membangun cinta kasih, demi keluarga yang bahagia dan harmonis.
Seringkali kita membuat alasan karena tidak tega meninggalkan anak, kita tidak mau pergi berduaan. Padahal kepergian kita berdua itu adalah untuk kepentingan masa depan mereka yang lebih baik juga. Kehadiran anak-anak ditengah-tengah rumah tangga kita seringkali kita jadikan penyebab kurangnya perhatian pada pasangan. Padahal kalau perhatian kita menjadi berkurang pada pasangan tidak akan menghasilkan situasi yang lebih baik. Oleh karena itu komitmen, kesepakatan dan tekad  diantara pasangan suami isteri harus tetap terjaga. Komitmen, kesepakatan dan tekad itu bisa dijaga karena kita sudah lebih mengenal pasangan secara lebih dalam, seiring dengan kualitas waktu yang sudah berjalan.
Tidak ada salahnya kalau anak-anak tidak selalu bersama dengan orangtua mereka. Misalnya, menonton film di bioskop  yang bukan untuk anak-anak. Pada gilirannya, secara berkala kita juga harus merencanakan waktu-waktu yang berkualitas bersama dengan mereka, apakah dengan rekreasi bersama atau pergi berlibur bersama guna membangun kebersamaan dan kehangatan dalam keluarga. Kita boleh memilih apakah dengan mengasihani anak-anak dan membiarkannya “dimangsa” oleh keadaan dan lingkungan yang semakin tidak bersahabat di zaman edan sekarang ini.  
Ciptakanlah waktu yang berkualitas baik untuk Anda pergi berdua saja dengan pasangan, atau bersama-sama dengan anak-anakmu sekeluarga.

Selasa, 04 November 2014

POLA HIDUP YANG SALAH




Pada zaman dulu orang tua kita berangkat bekerja setelah matahari terbit dan sudah kembali ke rumah sebelum matahari terbenam.

Orang tua dulu  memiliki anak banyak, rumah dan halaman pun luas, bahkan memiliki kebun dan  semua anak-anaknya bersekolah.

Sekarang orang berangkat kerja subuh dan sampai rumah tengah malam.
Jam kerjanya melebihi jam kerja orang tuanya  tapi rumah dan  tanah yang dimiliki tidak seluas rumah  orang tuanya dan  takut memiliki anak banyak karena takut kekurangan.

Apa yang salah dengan Pola Hidup Orang Modern.

Orang tua kita  hidup tanpa banyak alat bantu tapi  tenang menjalani hidupnya.

Sementara kita hidup dengan berbagai perlengkapan dan  peralatan komunikasi yang canggih  yang  seharusnya  sangat mempermudah hidupnya, tapi tetap saja kerepotan...

Tidak sempat menikmati hidup karena semuanya dilakukan dengan terburu-buru.

Pergi  kerja,  TERBURU-BURU.

Pulang kerja, TERBURU-BURU.

Makan siang, TERBURU-BURU.

Dilampu merah, TERBURU-BURU.

Celakanya  Berdo'a pun, TERBURU-BURU.

Mungkin hanya mati, tidak mau, TERBURU-BURU.

Tentunya kalau kita sadar pasti ada yang salah dalam Pola Hidup kita

Mari kita  renungkan apa yang salah dalam Pola hidup kita.
Hiduplah dengan penuh ketenangan dan kedamaian tanpa harus selalu
TERBURU-BURU