Di sebuah kota kecil tinggallah seorang juragan kayu
yang kaya raya dan sangat terkenal. Dia terkenal bukan karena dermawan atau
sering beramal, justru sebaliknya karena terkenal sangat pelit dan sombong.
Sepanjang hidupnya dia hampir tidak pernah beramal walaupun disekitar tempat
tinggalnya banyak orang miskin yang hidup melarat. Tapi dia sering meminjamkan
uangnya kepada penduduk sekitar dengan bunga yang sangat tinggi. Sang juragan
kaya itu mempunyai seorang pelayan yang sangat lugu. Saking lugunya, sering tidak memahami apa
yang harus dilakukan sebagai pelayan. Namun demikian, walaupun lugu dia tergolong orang yang baik hati.
Suatu ketika, majikannya menyuruh si
pelayan itu berkeliling ke pinggiran kota, keluar masuk rumah untuk menagih hutang dari para penduduk itu. Namun, sebelum berangkat
pelayan itu bertanya kepada Sang majikan, “Apabila uangnya sudah terkumpul,
uangnya mau diapakan? Dengan sikap yang sombong, sang majikan menjawab,
“Belanjakan saja semua uangnya untuk apa saja yang belum kita punyai”.
Berangkatlah si pelayan itu
berkeliling ke seputar pinggiran kota itu. Setelah menjelajahi hampir semua
pinggiran kota itu, dia mengumpulkan tagihan yang sangat banyak. Maka diapun
ingin pulang mau menyetorkan tagihan yang sudah terkumpul itu kepada
majikannya. Akan tetapi ditengah jalan dalam perjalanan mau pulang, dia berpikir dan teringat akan
perintah majikannya untuk membelanjakan uang itu untuk apa saja yang belum
dimiliki majikannya. Setelah berpikir beberapa saat, si pelayan itu merasa
bahwa majikannya sudah memiliki segalanya, hanya majikannya belum pernah beramal.
Maka si pelayan itu memutuskan untuk kembali berkeliling untuk membagi-bagikan uang itu untuk
orang-orang miskin di seputar pinggiran
kota itu. Maka para penduduk itupun penuh dengan rasa sukacita.
Sepuluh tahun kemudian, usaha sang
juragan itu bangkrut dan diapun jatuh miskin. Karena sudah tidak mampu lagi
memberi gaji, maka semua karyawannya meninggalkannya dan tinggallah seorang
diri si pelayan yang lugu itu yang masih setia menemani dia. Maka mulailah mereka mengemis ke seputar pinggiran kota. Para
penduduk di seputar pinggiran kota itu menyambut mereka dengan sangat ramah.
Kemanapun mereka pergi selalu disuguhi makanan dan minuman serta diberi juga
tumpangan agar mereka bisa menginap. Maka sang juragan itupun merasa heran, lalu bertanya kepada
pelayannya, “Siapakah mereka itu
sebenarnya, mengapa mereka begitu baik hati dan mau
menolong kita? tanya sang juragan.” Maka si pelayan itupun memberi penjelasan kepada juragannya.
“Beberapa tahun yang lalu waktu tuan menyuruh saya menagih hutang kepada
mereka, “Juragan berpesan agar tagihan yang saya kumpulkan untuk dibelanjakan
untuk apa saja yang belum tuan miliki. Saat itu saya berpikir, juragan sudah
memiliki segalanya. Hanya satu yang belum juragan miliki, yaitu beramal. Maka
saya bagi-bagikan semua uang itu atas nama juragan untuk orang-orang miskin.
Sekarang giliran juragan menuai atau menerima imbalan dari apa yang pernah
diberi.”
Siapa yang menanam akan menuai, tidak pernah menanam tidak akan pernah
menuai. Siapa yang memberi dia akan menerima pada saatnya
dan yang tidak pernah memberi tidak akan pernah menerima. Jangan pernah takut
memberikan apa yang bisa dibagikan kepada sesama. Ingatlah tidak pernah seorang
dermawan yang gemar menolong orang lain akan menjadi jatuh miskin. Yang memberi
banyak akan menerima banyak dan memberi sedikit akan menerima sedikit. Perbuatan baik tidak pernah sia-sia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar