Mendengar
atau mengetahui seseorang melakukan sogok atau penipuan bukan lagi merupakan
hal yang aneh atau asing lagi bagi kita. Bahkan ada ucapan yang sangat ekstrim yang
mengatakan bahwa sogok atau suap seakan-akan sudah menjadi budaya bangsa kita
saat ini. Melakukan
sogok atau penipuan itu biasanya dilakukan untuk mempengaruhi seseorang atau
kelompok dalam rangka mewujudkan suatu
usaha dan keinginan atau mau melepaskan diri dari suatu masalah atau bahaya
yang bisa mengancam diri si penyogok atau si penipu. Yang disogok itu pastilah
manusia, apakah dia manusia biasa, pejabat, penguasa ataupun aparat penegak
hukum. Karena hal seperti itu mungkin sudah terlalu sering kita dengar atau
kita lihat, maka hal tersebut kita anggap merupakan peristiwa biasa-biasa saja.
Akan tetapi, tentu saja menjadi luar
biasa kalau yang mau disogok atau ditipu itu adalah TUHAN. Karena ada juga manusia ingin menyogok atau
mempengaruhi
Tuhan walaupun kenyataannya tidak pernah jadi karena pada akhirnya manusia itu
hanya ingin mengakali dengan menjalankan tipu
muslihat.
Seorang pemuda di suatu desa pada
suatu hari memanjat sebatang pohon kelapa yang sangat tinggi. Pada waktu
memanjat pohon kelapa itu sampai di
puncak, dia tidak merasa ada masalah atau rasa takut. Hingga selesai memetik beberapa buah kelapa
yang diinginkan, dia tidak pernah melihat kebawah. Akan tetapi ketika mau turun
dia melihat kebawah, ternyata pohon kelapa yang dipanjatnya itu sangat tinggi,
maka seketika dia gemetaran dihantui ketakutan yang luar biasa takut jatuh.
Untuk mengatasi ketakutannya si pemuda itupun berdoa dan memohon kepada
Tuhannya. “Tuhan tolonglah aku, apabila aku tidak jatuh maka nanti akan
kupersembahkan kepadaMu seekor kerbau katanya”. Setelah berdoa dia mulai turun
pelan-pelan hingga pertengahan. Setelah
melihat kebawah dia merasa bahaya kejatuhan yang menghantuinya sedikit agak
berkurang dan untuk keduakalinya diapun berdoa sambil mengurangi penawarannya,
Tuhan aku meralat persembahanku berhubung kerbauku hanya satu ekor maka yang
akan kupersembahkan adalah sapi katanya. Setelah berdoa diapun turun lagi
beberapa meter lalu melihat kebawah dan merasa bahaya yang dihadapinyapun
semakin berkurang, maka untuk ketigakalinya diapun berdoa lagi sambil
mengurangi penawarannya, Tuhan aku ingin meralat lagi persembahanku ternyata
sapiku juga hanya satu ekor maka yang akan kupersembahkan adalah kambing
katanya. Setelah berdoa diapun turun lagi semakin kebawah dan setelah melihat
kebawah, dia memperkirakan tinggal seperempat lagi ketinggian yang harus
dituruni, maka diapun berdoa lagi untuk keempatkalinya, Tuhan aku meralat lagi
persembahanku untuk yang terakhir kali, aku baru sadar rupanya kambingku juga
hanya satu ekor maka yang akan kupersembahkan adalah ayam. Selanjutnya diapun
turun semakin kebawah dan setelah dia melihat tinggal dua meter lagi sampai
kebawah, maka ketakutannyapun sudah hilang. Karena merasa tidak ada lagi bahaya yang
mengancamnya dan tidak rela mempersembahkan apapun, maka diapun berpikir untuk
bisa mengakali atau menipu Tuhan. Tiba-tiba dia menjatuhkan diri dan setelah
jatuh diapun berkata, Tuhan tidak jadilah ayamnya kupersembahkan karena
ternyata aku jatuh juga katanya dengan hati yang lega karena merasa bisa menipu
Tuhan.
Demikianlah sikap kebanyakan manusia
di dunia ini, apabila dalam keadaan terdesak atau hidupnya diambang maut,
seakan-akan bersedia mengorbankan apapun yang dimiliki kepada siapapun yang
dianggap bisa menyelamatkannya, walaupun dewa penolong itu itu pernah menuntut
apapun dari dirinya.
Tuhan
tidak perlu disogok, karena Tuhan tidak kurang kaya dan tidak pernah kekurangan
apapun karena Tuhan Maha Kuasa, mampu
menciptakan segala sesuatu. Kalupun kita mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan, itu
hanyalah merupakan ujud dari rasa terimakasih kita atas segala berkat diberikan
Tuhan dalam kehidupan kita.
Tuhan
tidak bisa dan tidak perlu ditipu, karena Tuhan hanya menginginkan kejujuran
kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar