Rianti
adalah seorang gadis desa mempunyai seorang ibu yang penuh kasihsayang yang
selalu penuh perhatian kepadanya. Setiap hari selalu menyediakan segala
kebutuhannya, sejak masih bayi kebutuhannya selalu disediakan oleh ibunya mulai
dari serapan pagi, menyiapkan pakaian dan peralatan sekolah dan menyiapkan
makanan dan minuman sepulang dari sekolah. Hal itu dirasakannya hingga dia
duduk di kelas tiga Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Apapun kebutuhan dan
permintaannya dan setiap saat dia merasa lapar atau haus ibunya selalu menyediakannya
dengan penuh kasih sayang tanpa pernah mengeluh.
Tanpa
dia pernah tau, ibunya sebetulnya sudah lama mengidap penyakit kanker. Suatu
saat ibunya pergi kerumah sakit di kota
untuk memeriksakan kesehatannya. Setelah mendapat penjelasan dari dokter
tentang hasil pemeriksaannya, dia hampir pingsan mendengarkan kesimpulan dokter
bahwa penyakit kanker yang dideritanya sudah pada tahap stadium empat. Sehingga
dia merasa sedih dan putus asa, karena diperkirakan umurnya paling lama kurang
lebih satu tahun lagi. Rasa sedih dan putus bukan karena sakit yang diderita
atau ajal yang sudah mau menjemputnya, tapi karena memikirkan masa depan anak
gadisnya yang masih kecil.
Setelah
pulang kerumah dia tidak memberitahu tentang penyakitnya itu, tapi dia mulai
menunjukkan perubahan sikap dan mulai kurang peduli terhadap anak gadisnya itu.
Kalau anaknya pulang sekolah kadang tidak disediakan makanan dan kalau anaknya
minta disediakan makan, ia marah dan berkata kamu kan sudah besar dan sudah
bisa menyiapkan makanan sendiri. Mau sekolah juga kau harus bisa menyiapkan
pakaian dan peralatanmu, selanjutnya pulang sekolah kau harus bisa mencuci
pakaianmu, katanya dengan nada kesal.
Mulai
dari situ Rianti merasa bahwa ibunya sudah tidak sayang lagi padanya, maka
mulai tumbuh perasaan tidak senang dan benci terhadap ibunya. Lalu dia mulai
mengerjakan segala keperluannya, mencuci pakaian, menyiapkan pakaian dan
peralatan sekolah, memasak makanan sendiri dan menyediakan semua kebutuhannya karena
ibunya sudah tidak memperdulikannya, bahkan membukakan pintupun sudah tidak
bersedia kalau dia pulang larut malam. Kondisi itu mengakibatkan hubungan Rianti
semakin renggang dan semakin buruk sampai akhirnya menganggap ibunya sudah
tidak ada.
Kemudian
ibunyapun meninggal dunia, akan tetapi karena hubungan yang sudah tidak baik
sebelumnya bahkan sudah bermusuhan, maka kematian ibunya tidak membawa pengaruh
atau menimbulkan rasa kesedihan dalam diri Rianti.
Tidak
lama kemudian ayahnyapun kawin lagi, sehingga dia hidup bersama ibu tiri yang
dianggapnya masih lebih baik dari ibu kandungnya. Ibu tirinya dianggap lebih
baik karena masih mau menyediakan makanan kalau dia pulang sekolah dan masih
mau berkomunikasi dengannya. Walaupun kebaikan ibu tirinya itu sebetulnya tidak
seberapa dibandingkan kebaikan ibu kandungnya sebelum berubah sikap setelah
mengetahui bahwa maut sudah mau menjemputnya.
Selanjutnya
Rianti pun semakin rajin dan tekun belajar karena ingin melanjutkan ke perguruan
tinggi. Namun nasib baik rupanya tidak menyertai keseriusan dan ketekunannya
belajar, karena setelah berhasil dalam ujian masuk perguruan tinggi, ayahnya
tidak mampu membayar uang kuliahnya karena kondisi keuangan yang tidak
memungkinkan.
Tiba-tiba ayahnya teringat akan titipan ibunya sebelum
meninggal, sebuah kotak kecil yang diberikan kepada ayahnya dengan pesan agar
diberikan kepada anaknya apabila suatu saat menghadapi kondisi yang sangat
sulit. Rianti pun menerima kotak itu dari ayahnya, dan ketika kotak itu dibuka
ternyata berisi sejumlah uang yang dibungkus dengan selembar surat wasiat yang
berbunyi :
Anakku yang sangat kukasihi, setelah aku mengetahui
bahwa penyakit kanker yang kuderita telah memasuki stadium lanjut, aku selalu
bersedih, khawatir dan hampir putus asa. Aku tidak pernah khawatir dan putus
asa tentang diriku, akan tetapi aku hanya khawatir tentang dirimu. Aku terus
berpikir kalau sudah tiada, bagaimana dengan dirimu anakku sayang. Kau masih
terlalu kecil untuk bisa hidup mandiri. Pikiranku selalu dihantui perasaan akan
masa depanmu. Hal itulah yang membuat ibu bersikap dingin, tidak peduli dan
mendorong kau untuk bisa mengerjakan sendiri segala kebutuhanmu dan menciptakan
kebencian sama ibumu, karena dengan keadaan itu kau akan bisa mengurusi dirimu
sendiri dan tidak akan diliputi rasa
kesedihan apabila ibumu sudah tiada.
Rianti
anakku sayang, sekalipun tidak pernah bertanya kalau pulang larut malam, terus
terang aku selalu khawatir, dan tidak pernah bisa tidur sebelum kau tiba di
rumah. Ketika pulang sekolah, ibu tau bahwa kau lapar, namun tetap membiarkanmu
masak sendiri, karena ibu berharap setelah ibu tiada kau bisa mengurus diri
sendiri. Sebelumnya ibu mengerjakan segalanya untukmu, namun setelah tiada,
siapa akan mengurusmu nanti? Oleh karena itu segala sesuatu harus bergantung
pada dirimu sendiri.
Aku melakukan itu semua demi kasihku padamu, maka
dengan demikian apabila ayahmu kawin lagi,
maka kamupun bisa bergaul dan berkomunikasi secara baik dengan ibu tirimu.
Ingatlah kasihku tidak pernah berubah padamu.
Didalam
kotak kecil ini ada uang sejumlah 3500 dolar yang beberapa tahun saya tabung
untuk persiapan biaya berobat saya sebetulnya. Namun ibu berpikir, sayang kalau
itu dipergunakan untuk berobat karena kecil kemungkinan saya bisa sembuh, maka
lebih baik uang itu kau pergunakan untuk melanjutkan kuliahmu di perguruan
tinggi sesuai cita-citamu. Uang itu saya titipkan sama ayahmu untuk selanjutnya
diberikan padamu pada waktunya kau butuhkan.
Pada saat melakukan semua tindakan itu
terhadap anaknya perasaan ibunya Rianti sebetulnya sangat tertekan dan sakit,
tapi dia berusaha keras untuk memperlihatkan wajah dingin kepada anaknya dan
sungguh sulit dibayangkan berat penderitaan itu, demi kehidupan anaknya yang
lebih baik dikemudian hari bahkan rela
dan tidak menyesal membiarkan anaknya membenci dan salah paham padanya.
Bagaimanakah
sikap kita sebagai seorang anak? Apakah kita mau atau pernah memahami apa isi
hati ibu kita? Mungkin sebagai seorang anak kita sering merengek-rengek bahkan
membentak-bentak ibu kita karena belum bisa memenuhi keinginan kita. Kita
mungkin tidak pernah sadar seorang ibu selalu bersedih hati apabila belum bisa
memenuhi kebutuhan anaknya. Seorang anak mungkin tidak pernah menyadari perkataan-perkataannya
yang penuh emosi juga bisa melukai perasaan ibunya.
Sekalipun
seorang ibu pernah memukul atau memarahi anaknya bukan karena tidak menyukainya,
tapi itu karena kasihnya. Oleh karena itu kita tidak perlu meragukan kasihnya. Kasih
ibu tidak pernah berubah, tidak terukur dan tanpa pamrih, bagaikan mata air
yang keluar dari bukit, terus mengalir deras tanpa pernah berhenti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar