Perkenalan yang tidak direncanakan,
bertemu dalam suatu organisasi muda-mudi gereja (N-HKBP Sutoyo Cawang). Dua orang
muda-mudi yang sama-sama baru kehilangan Bapaknya masing-masing karena
meninggal dunia. Pada tahun 1983, Farida Sipayung bergabung dengan N-HKBP
Sutoyo, setelah mengontrak rumah di Cawang, dekat Gereja HKBP Sutoyo,
sebelumnya aktif di Gereja HKBP Jatinegara karena tinggalnya di daerah Cipinang
(dekat Jatinegara) walaupun bekerja di RS UKI Cawang.
Perkenalan pertama sampai berlangsung
beberapa lama tidak ada hal yang istimewa dan tidak ada perhatian yang
istimewa. Namun, karena temannya ngontrak satu rumah adalah teman dekat saya,
yang sama-sama aktif di N-HKBP Sutoyo, maka saya sering berkunjung ke rumahnya.
Kemudian di tahun berikutnya ada pemilihan pengurus organisasi N-HKBP Sutoyo,
secara kebetulan saya terpilih menjadi bendahara dan Farida terpilih sebagai
Wakil Bendahara, maka intenstitas pertemuan semakin sering terjadi. Tanpa disadari
disitulah mungkin muncul rasa untuk saling mengasihi (mencintai), walaupun pada
awalnya persahabatan yang terjadi hanya teman sesame naposo dan masing-masing
juga punya pacar yang lain. Namun karena sudah merupakan jodoh yang ditentukan
Tuhan, akhirnya berlanjut juga ke jenjang perkawinan. Jadi kalau dibilang
pacaran mungkin hanya sekitar 5 bulan, tetapi berkenalan secara dekat telah berlangsung
selama kurang lebih 1.5 tahun.
Pesta pernikahan berlangsung di kampong,
Parulohan Lintong ni Huta. Pemberkatan nikah dilaksanakan di Gereja HKBP
Parulohan pada tanggal 14 Agustus 1985. Setelah melangsungkan pernikahan, kami
tinggal di Cawang dekat Gereja HKBP Sutoyo Cawang, Jakarta Timur. Selama 1
tahun menempati sebuah rumah yang telah dikontrak sebelum melangsungkan
pernikahan. Tahun berikutnya pindah rumah (kontrak) di belakang Gereja HKBP
Sutoyo. Rumah tersebut ditempati kurang lebih 11 tahun, sehingga anak-anak semua
lahir di rumah tersebut. Perpindahan ke Cimanggis Depok terjadi pada tahun
1996, bersamaan waktunya anak ke-tiga mau masuk Taman Kanak-kanak (TK), anak
ke-dua pindah kelas 2 SD, dan anak pertama pindah kelas 4 SD.
Dua tahun berkeluarga kami baru
mempunyai anak, dimana sebelumnya istri saya pernah mengalami keguguran. Hingga
pada akhirnya kami dikaruniai 3 orang anak (1 laki-laki, 2 perempuan).
Anak pertama lahir pada tahun 1987 di
RS UKI dengan proses yang agak sulit dan hampir melalui operasi, walaupun
akhirnya Puji TUhan lahir secara normal. Anak pertama ini lahir dalam kondisi
kehidupan ekonomi yang sangat prihatin.
Anak kedua lahir pada tahun 1989 di
RS UKI, seorang puteri yang secara fisik sangat mirip dengan neneknya (ibunda
saya). Dimasa kelahiran anak kedua ini, kehidupan ekonomi cukup baik dan saat
itu berhasil membeli sebuah rumah sederhana di Cimanggis.
Anak ketiga lahir seorang puteri pada
tahun 1992 di RS UKI. Saat itu masa populernya seorang ibu tokoh kemanusiaan,
seorang biarawati yaitu Mother Teresa, sehingga pemberian namanya diilhami
kekaguman saya pada tokoh tersebut.
Pada tahun 2004, berkat Tuhan berhasil
membangunkan sebuah rumah idaman yang cukup memuaskan, dari hasil kerja keras
sebagai seorang PNS.
Note : Menjadi satu bukan lagi dua,
itulah hakekat perkawinan. Perkawinan yang bahagia tidak akan terjadi
jika kita masih tetap saja menjadi dua dan bukannya bersatu. Pernikahan yang
bahagia juga tidak akan terjadi jika koper itu hanya diisi oleh satu orang
saja. Satu koper diangkat berdua tentunya membuat kita bisa berjalan lebih jauh
daripada dua orang yang masing-masing membawa koper, bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar