Minggu, 09 November 2014

KERUKUNAN SEJATI




1. Hampir semua orang merindukan suasana rukun dan damai dalam kehidupan. Pertengkaran, konflik apalagi perang membuat hati kita semua orang gundah dan susah. Hanya segelintir orang sajalah yang bergembira dan menarik keuntungan dan karena itu menghendaki pertengkaran, konflik atau peperangan. Umumnya manusia atau orang kebanyakan berusaha menghindari atau kalau sudah sempat terjadi segera menyudahinya. Dalam rumah tangga atau persekutuan pertengkaran dan konflik bisa terasa sangat melelahkan raga dan jiwa, melenyapkan semangat dan sukacita, dan bahkan merusak rumah tangga atau persekutuan itu.
Namun dalam prakteknya suasana rukun dan damai atau harmoni tidak selalu terjadi di tengah-tengah kehidupan nyata. Ada saja dan banyak masalah yang membuat seorang tidak bisa rukun dengan saudara atau tetangganya atau bahkan dengan pasangan hidupnya sendiri, atau orangtua/anak kandungnya sendiri. Kadang pertengkaran atau konflik itu bisa berlangsung sangat sengit, memakan waktu lama (tidak berakhir sampai mati), melibatkan banyak orang atau bahkan pihak luar, atau bercampur-aduk dengan masalah-masalah lain. Konflik bisa bersifat terbuka atau terang-terangan namun bisa juga tersembunyi bagaikan api dalam sekam.
Konflik bisa merenggut korban perasaan, tenaga, waktu, harta benda atau bahkan nyawa. Pepatah kuna mengatakan: memulai konflik seperti membuka tali air. Artinya bisa tidak terkendali sebab itu berhati-hatilah. Sebaliknya ada pula yang mengatakan berhubung konflik adalah keniscayaan atau tak terhindarkan maka sebaiknya dikelola atau dikendalikan saja. Namun baiklah diingat dalam konflik keluarga apalagi perang saudara biasanya tidak pernah ada yang menang alias semua kalah. Apalagi jika pihak-pihak yang berkonflik putus asa dan lantas menerapkan politik bumi hangus. Pameo bataknya: ndang di au ndang di ho tagonan disintak begu.

2. Konflik dianggap buruk oleh banyak orang sebab itu dihindarkan. Sebaliknya kerukunan dipandang baik sebab itu dicari dan diusahakan. (Walaupun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa konflik apalagi perang mendorong kemajuan. Buktinya sebagian besar teknologi moderen sekarang pada awalnya justru untuk kepentingan perang!). Sebagian orang sangat suka atau mudah berkonflik (ada yang mengatakan bahwa masyarakat Batak termasuk di dalamnya) namun sebagian lagi justru sangat takut berkonflik dan karena itu mendewakan harmoni atau kerukunan. (Pada jaman Orde Baru diberi nama: stabilitas, keselarasan atau keamanan). Maka segala cara diupayakan agar konflik tidak terjadi minimal tidak muncul di permukaan. Antara lain: dengan menggunakan tangan besi atau ancaman kekerasan. Pihak-pihak yang bertikai mungkin saja hatinya belum sungguh-sungguh ingin berdamai namun mereka takut kepada ancaman. Cara lain mencipta kerukunan: dengan melakukan “perpisahan baik-baik” atau saling menjauhkan diri atau berdiam diri. Atau dengan menekankan perasaan malu. Semua konflik dianggap memalukan sebab itu harus dihindarkan (kalau perlu dengan mengorbankan hak dan kebenaran). Lantas bagaimanakah kerukunan yang dimaksudkan Alkitab?

3. Pertama: Kerukunan dengan saudara adalah dampak kerukunan dengan Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa pendamaian kita dengan Allah-lah yang memberi kita kesempatan berdamai dengan sesama. Rasul Paulus mengatakan kepada jemaat di Efesus: Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh”, sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus. Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan. (Efesus 2:13-14). Yesus mengatakan dengan nada sebaliknya: Allah menjadikan perdamaian dengan sesama sebagai syarat untuk mendekati Dia. (Matius 5:24). Intinya adalah: kerukunan dengan saudara tidak bisa dipisahkan dari kerukunan dengan Allah. Sebaliknya Yesus juga mengatakan: berbahagialah orang yang membawa damai karena mereka akan disebut anak-anak Allah (Matius 5:9). Dan Rasul Paulus mengatakan: Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! (Roma 12:8). Artinya: dalam memperjuangkan segala yang baik dan benar sekali pun kita tetap harus dalam kerangka perdamaian. Bahasa sederhana: kebenaran tidak bisa diwujudkan dengan kebencian dan dendam!

4. Kedua: Kerukunan adalah dampak hukum yang berkeadilan. Pameo terkenal mengatakan: no justice no peace. Tak ada keadilan maka tak ada juga damai. Hal itu dengan mudah kita saksikan dalam kehidupan keluarga. Jika orangtua bersikap tidak adil maka anak-anak akan bertengkar sesamanya. Jika pemerintah bersikap tidak adil maka kelompok-kelompok dalam masyarakat akan saling membenci satu sama lain. Sebab itu untuk mewujudkan kerukunan atau harmoni sejati dalam masyarakat kita maka kita harus sungguh-sungguh menegakkan hukum dan keadilan. Tak ada satu orang pun termasuk pemimpin yang boleh bertindak sekehendak hatinya dan menempatkan dirinya lebih tinggi kedudukannya daripada hukum. Sumber-sumber kehidupan harus didistribusikan secara merata. Setiap orang harus dijamin mendapatkan apa yang menjadi haknya dan kebutuhannya serta imbalan atas kerja keras serta prestasinya.

5. Ketiga: kerukunan adalah buah saling penerimaan. Pada akhirnya kita diingatkan bahwa kerukunan atau harmoni dalam kehidupan tidak pernah terjadi dengan sendirinya atau otomatis melainkan harus diusahakan secara sengaja dan serius. Yaitu dengan sikap saling menerima dan saling menghormati dalam keunikan dan kepribadian masing-masing. Tuhan tidak menghendaki kita serupa, sama dan seragam dalam segala hal. Tuhan juga tidak menyuruh saling melebur dan saling meniadakan keunikan dan kepribadian masing-masing. Tak ada dua orang yang persis sama diciptakan Tuhan termasuk anak-anak yang dilahirkan kembar sekalipun. Inilah tantangan bagi kita membangun kerukunan atau persaudaraan sejati. Bagaimana kita bisa tetap bersatu dalam kepelbagaian yang ada? Bagaimana kita bisa saling menerima walaupun berbeda-beda? Jawabnya: memiliki visi dan tujuan yang sama yaitu kemuliaan Allah, dan pengalaman bersama dengan Allah. Dan memiliki musuh bersama: dosa, kehancuran dan kematian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar